Wednesday, April 15, 2009

Mengenal Jenis Sakit Kepala

Mengenal pemicu sakit kepala dapat meringankan beban si penderita.
Ada dua tipe sakit kepala: primer dan sekunder. Sakit kepala primer tidak disebabkan oleh suatu penyakit; sedangkan yang sekunder dibedakan menjadi dua yaitu sakit kepala ringan dan berat. Adapun sakit kepala ringan dapat disebabkan oleh infeksi virus di rongga hidung, kurang tidur, penghentian konsumsi kafein atau pengobatan tertentu. Sementara sakit kepala berat dapat disebabkan oleh kanker otak, meningitis, encephalitis, pendarahan bagian dalam sub-arachnoid.


Jenis sakit kepala primer umumnya dikenal sebagai sakit kepala stress dipicu oleh rasa khawatir/takut. Rasa sakitnya terasa mulai dari bagian belakang kepala hingga leher bagian atas, seolah-olah disekeliling kepala hingga alis diikat erat oleh topi yang kekecilan. Hampir setiap orang mengalami sakit kepala tensi; untuk mengatasinya cukup dengan intake aspirin, paracetamol, atau obat-obatan non-steroidal anti-inflammatory.
Fakta menunjukkan bahwa migren yang lebih banyak menyerang perempuan dewasa merupakan sakit kepala tipe sekunder. Biasanya migren bersifat kronis, dimana serangannya akan datang berulangkali. Migren biasanya terasa disekitar pelipis (temple), kadang-kadang di dahi, sekeliling mata atau bagian belakang kepala. Migren juga dikaitkan dengan rasa mual, muntah, diarrhea, tangan dan kaki dingin, sera sensitivitas terhadap cahaya dan suara. Serangannya berlangsung antara empat sampai 72 jam, dan yang anda perlukan adalah berbaring ditempat yang tenang dan gelap. Kurang lebih 50% penderita migren mengalami gejala seperti mengantuk, mudah tersinggung/marah(bad mood), kelelahan/keletuhan, depresi, atau bias juga ‘ngidam’(kepingin) makanan yang asin-asin selama berhari-hari sebelum serangan migren. Dan sekitar 20% penderita sebelum serangan migren mereka mengalami sensasi ‘aura’, yaitu berupa cahaya terang yang tiba-tiba muncul seperti gerakan angina diikuti dengan rasa ngilu dan nyeri di lengan dan sekitar mulut dan hidung, bahkan halusinasi dan rasa atau aroma yang aneh.
Untuk pencegahan serangan migren, sebaiknya anda mengetahui pemicunya yang bisa saja berupa makanan seperti keju, minuman beralkohol, atau stress, kurang tidur, cahaya yang tajam/menyilaukan, dan sebagainya. Pastikan anda cukup istirahat.
Daftar Pustaka
Mengenal jenis sakit kepala oleh Anonymous 2008

Readmore »»

Nyeri Kepala

Nyeri kepala adalah nyeri yang paling banyak dikeluhkan penderita selain nyeri pinggang saat berobat ke dokter, dan nyeri kepala merupakan gejala awal yang diderita sekitar 30 persen pederita tumor otak.

“Gejala tumor otak tergantung letak dan kecepatan pertumbuhannya.

Namun gejalanya muncul secara tersamar yang biasanya dimulai dengan gangguan mental ringan yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang berhubungan dekat dengan penderita, seperti mudah tersinggung, emosinya labil, pelupa, lamban dan kurang inisiatif, serta depresi,” kata dokter ahli saraf di Lampung, dr Ruth Mariva SpS di Bandarlampung, Sabtu.

Dalam seminar sehari tentang nyeri kepala yang diselenggarakan RS Imanuel Way Halim, di Bandarlampung itu, Ruth mengatakan nyeri kepala biasanya sulit digambarkan dan bervariasi, mulai dari yang ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut atau meletup, yang umumnya bertambah berat pada malam, saat bangun pagi dan saat perubahan posisi.

Pada awalnya, nyeri kepala tumor disebabkan pembengkakan lokal sekitar tumor atau akibat kerusakan pembuluh darah sekitar tumor, dan akhirnya disebabkan oleh tekanan tinggi di dalam kepala.

Selain nyeri kepala, katanya, pada tumor otak juga ditemukan gejala mual muntah terutama jika lokasi tumor di bagian belakang, kejang- kejang, dan mengalami gangguan penglihatan dan kelemahan saraf lainnya.

“Penderita biasanya datang ke dokter dengan keluhan nyeri kepala di daerah depan (dahi) dan kepala belakang, yang biasanya sudah berlangsung lama dan progresif,” katanya.

Berdasarkan penelitian IHS (International Headache Society) tahun 1988 dan disepakati oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), terdapat 13 kelompok nyeri kepala, di antaranya adalah migren, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala akibat trauma kepala, nyeri kepala akibat infeksi, dan nyeri kepala akibat gangguan metabolik.

Jika dilihat dari waktu dan lamanya serangan, nyeri kepala dapat dibagi atas nyeri kepala akut dan kronis.

Menurut dr Ruth, nyeri kepala akut dan hebat memerlukan penanganan segera karena merupakan gejala dari penyakit- penyakit berbahaya, seperti penyakit pada pembuluh darah otak (stroke, thrombosis, hipertensi maligna), infeksi otak ( meningitis, ensefalitis, abses) dan keracunan karbon monoksida.

Disebutkannya, kebanyakan nyeri kepala merupakan gejala yang ringan, namun dapat juga sebagai gejala suatu penyakit yang serius atau berbahaya, misalnya apabila nyeri kepala hebat secara tiba-tiba, bertambah berat dan progresif, disertai kejang dan pingsan, terjadi saat aktifitas dan gangguan penglihatan.

Ruth menambahkan , nyeri kepala harus ditangani secara komprehensif, tidak hanya mengobati gejala/ keluhannya saja dengan memberikan obat penghilang nyeri, tetapi juga dengan mendeteksi dan menyingkirkan penyebab terjadinya keluhan tersebut.

Penggunaan obat nyeri kepala yang tidak tepat dan berlebihan akan menimbulkan ketergantungan dan nyeri kepala susulan yang berkepanjangan.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyebutkan bahwa 20 persen pasien yang berobat ke Poliklinik Saraf RS Imanuel Bandarlampung, Januari- Juni 2007, adalah penderita nyeri kepala. Sekitar 65 persen penderitanya adalah wanita dan lebih dari 50 persen menderita nyeri kepala tegang.
(*)@Antara

~ oleh albahar di/pada 24 Juli 2007.

Readmore »»

Konsep Sehat-Sakit

A. PENDAHULUAN

Pada masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang sehat dan sakit sebagai sesuatu Hitam atau Putih. Dimana kesehatan merupakan kondisi kebalikan dari penyakit atau kondisi yang terbebas dari penyakit. Anggapan atau sikap yang sederhana ini tentu dapat diterapkan dengan mudah; akan tetapi mengabaikan adanya rentang sehat-sakit.



Pendekatan yang digunakan pada abad ke-21, sehat dipandang dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu meliputi rasa memiliki kekua­saan, hubungan kasih sayang, semangat hidup, jaringan dukungan sosial yang kuat, rasa berarti dalam hidup, atau tingkat kemandirian tertentu (Haber, 1994).

B. DEFINISI SEHAT

Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.

Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).

Definisi WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang po­sitif (Edelman dan Mandle. 1994):

1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.

2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi ling­kungan internal dan eksternal.

3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.

Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.

B. MODEL SEHAT SAKIT

1. Model Rentang Sehat-Sakit (Neuman)

Menurut Neuman (1990): ”sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien pada waktu tertentu , yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang optimal , dengan energi yang paling maksimum, sampai kondisi kematian yang menandakan habisnya energi total”

Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan fisik, emosional, inteletual, sosial, perkembangan, dan spiritual yang sehat.

Sedangkan Sakit merupakan proses dimana fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada mengalami perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya.

Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai tingkatan sehingga akan lebih akurat jika ditentukan seseuai titik-titik tertentu pada skala Rentang Sehat-Sakit.

Dengan model ini perawat dapat menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan rentang sehat-sakitnya. Sehingga faktor resiko klien yang merupakan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan dalam mengidentifikasi tingkat kesehatan klien. Faktor-faktor resiko itu meliputi variabel genetik dan psikologis.

Kekurangan dari model ini adalah sulitnya menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan titik tertentu yang ada diantara dua titik ekstrim pada rentang itu (Kesejahteraan Tingkat Tinggi – Kematian). Misalnya: apakah seseorang yang mengalami fraktur kaki tapi ia mampu melakukan adaptasi dengan keterbatasan mobilitas, dianggap kurang sehat atau lebih sehat dibandingkan dengan orang yang mempunyai fisik sehat tapi mengalami depresi berat setelah kematian pasangannya.

Model ini efektif jika digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan saat ini dengan tingkat kesehatan sebelumnya. Sehingga bermanfaat bagi perawat dalam menentukan tujuan pencapaian tingkat kesehatan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

2. Model Kesejahteraan Tingkat Tinggi (Dunn)

Model yang dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara memaksimalkan potensi sehat pada individu melalui perubahan perilaku.

Pada pendekatn model ini perawat melakukan intervnsi keperawatan yang dapat membantu klien mengubah perilaku tertentu yang mengandung resiko tinggi terhadap kesehatan

Model ini berhasil diterapkan untuk perawatan lansia, dan juga digunakan dalam keperawatan keluarga maupun komunitas.

3. Model Agen-Pejamu-Lingkungan(Leavell at all.)

Menurut pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau kelompok ditentukan oleh hubungan dinamis antara Agen, Pejamu, dan Lingkungan

Agen :Berbagai faktor internal-eksternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis, atau psikososial.

à jadi Agen ini bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang meningkatkan kesehatan (nutrisi, dll).

Pejamu: Sesorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit/sakit tertentu.

Faktor pejamu antara lain: situasi atau kondisi fisik dan psikososoial yang menyebabkan seseorang yang beresiko menjadi sakit.

Misalnya: Riwayat keluarga, usia, gaya hidup dll.

Lingkungan: seluruh faktor yang ada diluar pejamu.

· Lingkungan fisik: tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal, penerangan, kebisingan

· Lingkungan sosial: Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial, misalnys: stress, konflik, kesulitan ekonomi, krisis hidup.

Model ini menyatakan bahwa sehat dan sakit ditentukan oleh interaksi yang dinamis dari ketiga variabel tersebut. Menurut Berne et al (1990) respon dapat meningkatkan kesehatan atau yang dapat merusak kesehatan berasal dari interaksi antara seseorang atau sekelompok orang dengan lingkungannya.

Selain dalam keperawatan komunitas model ini juga dikembangkan dalam teori umum tentang berbagai penyebab penyakit.

4. Model Keyakinan-Kesehatan

Model Keyakinan-Kesehatan menurut Rosenstoch (1974) dan Becker dan Maiman (1975) menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan.

Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berprilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.

Terdapat tiga komponen dari model Keyakinan-Kesehatan antara lain:

a. Persepsi Individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit.

Misal: seorang klien perlu mengenal adanya pernyakit koroner melalui riwayat keluarganya, apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal maka klien mungkin merasakan resiko mengalami penyakit jantung.

b. Persepsi Individu terhadap keseriusan penyakit tertentu.

Dipengaruhi oleh variabel demografi dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak (misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau dokter dll)

c. Persepsi Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.

Seseorang mungkin mengambil tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari pengobatan medis.

Model ini membantu perawat memahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi, keyakinan, dan perilaku klien, serta membantu perawat membuat rencana perawatan yang paling efektif untuk membantu klien, memelihara dan mengembalikan kesehatan serta mencegah terjadiny penyakit.

5. Model Peningkatan-Kesehatan (Pender)

Dikemukakan oleh Pender (1982,1993,1996) yang dibuat untuk menjadi sebuah model yang menyeimbangkan dengan model perlindungan kesehatan.

Fokus dari model ini adalah menjelaskan alasan keterlibatan klien dalam aktivitas kesehatan (kognitif-persepsi dan faktor pengubah).

Berdasarkan gambar diatas Model ini dapat:

o Mengidentifikasi berbagai faktor (demografik, sosial) yang dapat meningkatkan atau menurunkan partisifasi untuk meningkatkan kesehatan.

o Mengatur berbagai tanda kedalam sebuah pola untuk menjelaskan kemungkinan munculnya partsisipasi klien dalam perilaku peningkatan kesehatan.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEYAKINAN DAN TINDAKAN KESEHATAN

1. Faktor Internal

a. Tahap Perkembangan

Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.

Untuk itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan tindakan. Contohnya: secara umum seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau mengembangkan perilaku pencegahan penyakit..

b. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu.

Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan sendirinya.

c. Persepsi tentang fungsi

Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap kesehatan dan cara melak­sanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cenderung berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap kesehatan dan cara mereka melaksanakannya.

Untuk itulah perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yiatu tentang cara klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat keletihan, sesak na­pas, atau nyeri), juga data objektif yang aktual (seperti, tekanan darah, tinggi badan, dan bunyi paru). Informasi ini memungkinkan perawat me­rencanakan dan mengimplementasikan perawatan klien secara lebih berhasil.

d. Faktor Emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya.

Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkhawa­tirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidu­pannya.

Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons emosional yang kecil selama ia sakit.

Seorang individu yang tidak mampu mela­kukan koping secara emosional terhadap ancaman penya­kit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. Con­toh: seseorang dengan napas yang terengah-engah dan se­ring batuk mungkin akan menyalahkan cuaca dingin jika ia secara emosional tidak dapat menerima kemungkinan menderita penyakit saluran pernapasan. Banyak orang yang memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko menderita kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak untuk mencari pengobatan. Ada beberapa penyakit lain yang dapat lebih diterima secara emosional, sehingga mereka akan menga­kui gejala penyakit yang dialaminya dan mau mencari pengobatan yang tepat.

e. Spiritual

Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.

Spiritual bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang. Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan hubungan kesehatan dengan keya­kinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan seseorang keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang oleh beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh. Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara spiritual.

Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu, sehingga perawat hams memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

2. Faktor Eksternal

a. Praktik di Keluarga

Cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya mempengaruhi cara klien dalam melaksanakan kesehatannya.

Misalnya:

o Jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapat berpotensi mejadi penyakit berat dan mereka segera mencari pengobatan, maka bisasnya anak tersebut akan malakukan hal yang sama ketika mereka dewasa.

o Klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama. Misal: anak yang selalu diajak orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punya anak dia akan melakukan hal yang sama.

b. Faktor Sosioekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.

Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja.

Sesorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.

c. Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.

Untuk perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa yang digunakan.

D. SAKIT DAN PERILAKU SAKIT

Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit.

Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan Leukemia yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalanaio operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi fisik.

Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.

Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme koping.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit

1. Faktor Internal
1. Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami

Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.

Misal: Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.

Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.

2. Asal atau Jenis penyakit

Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.

Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian gejala yang ada, maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang ada.

2. Faktor Eksternal

a. Gejala yang Dapat Dilihat

Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.

Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.

b. Kelompok Sosial

Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.

Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.

c. Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar belakang budaya yang dimiliki klien.

d. Ekonomi

Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.

e. Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan

Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.

Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar dan mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.

f. Dukungan Sosial

Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam POCO-POCO dll).

Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak Bola, dll.

Tahap-tahap Perilaku Sakit

1. Tahap I (Mengalami Gejala)

o Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ”

o Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu.

o Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon emosional.

o Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.

2. Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)

o Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat

o Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.

o Menimbulkan perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.

o Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan kesehatan à akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan segera melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.

3. Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)

o Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang

o Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. à klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa tersebut.

o Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah ditetapkan.

o Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang diinginkan

o Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.

4. Tahap IV (Peran Klien Dependen)

o Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.

o Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya.

o Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya à semakin parah sakitnya, semakin bebas.

o Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah maupun masyarakat.

5. Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)

o Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya penurunan demam.

o Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.

Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan kecepatan atau dengan sikap yang sama. Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat dalam mengidentifikasi perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana perawatan yang efektif

E. DAMPAK SAKIT

1. Terhadap Perilaku dan Emosi Klien

Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.

Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin akan mengalami penurunan tenaga atau kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan mungkin akan menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.

Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarikd diri.

Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress, karena stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.

2. Terhadap Peran Keluarga

Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan.

Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara drastis dan berlangsung lama. Individu / keluarga lebih mudah beradaftasi dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.

Perubahan jangka pendek à klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang berkepanjangan. Akan tetapi pada perubahan jangka penjang à klien memerlukan proses penyesuaian yang sama dengan ’Tahap Berduka’.

Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana keperawatan.

3. Terhadap Citra Tubuh

Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya. Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya, dan klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut.

Reaksi klien/keluarga etrhadap perubahan gambaran tubuh itu tergantung pada:

* Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu)
* Kapasitas adaptasi
* Kecepatan perubahan
* Dukungan yang tersedia.
3. Terhadap Konsep Diri

Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.

Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan perubahan peran.

Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik. Akibatnya anggiota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien.

Misal: Klien tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan dikeluarga atau tidak akan merasa mampu memberi dukungan emosi pada anggota keluarganya yang lain atau kepada teman-temannya à klien akan merasa kehilangan fungsi sosialnya.

Perawat seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan mengembangkan rencana perawatan yann membantu mereka menyesuaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.

5. Terhadap Dinamika Keluarga

Dinamika Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.

Misal: jika salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan keputusan akan tertunda sampai mereka sembuh.

Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola fungsi yang baru sehingga bisa menimbulkan stress emosional.

Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika salah satu orang tuanya tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman pada mereka. Atau jika anaknya sudah dewasa maka seringkali ia harus menggantikan peran mereka sebagai mereka termasuk kalau perlu sebagai pencari nafkah.

F. PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT

Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit merupakan dua konsep yang berhubungan erat dan pada pelaksanaannya ada beberapa hal yang menjadi saling tumpang tindih satu sama lain.

Keduanya berorientasi pada masa depan.
Peningkatan kesehatan merupakan upaya memelihara atau memperbaiki tingkat kesehatan klien saat ini. Sedangkan Pencegahan Penyakit merupakan upaya yang bertujuan untuk melindungi klien dari ancaman kesehatan yang bersifat aktual maupun potensial.

Kegiatan Peningkatan Kesehatan dapat bersifat Aktif maupun Pasif

a. Peningkatan Kesehatan Pasif

Merupakan strategi peningkatan kesehatan dimana individu akan memperoleh manfaat dari kegiatan yang dilakukan oleh orang lain tanpa harus melakukannya sendiri.

Misal: Pemberian florida pada pusat suplai Air Minum (PAM); Portifikasi pada susu dengan vitamin D.

b. Peningkatan Kesehatan Aktif

Pada strategi ini, setiap individu diberikan motivasi untuk melakukan program kesehatan tertentu.

Misal: Program Penurunan BB, dan Program pemberantasan rokok, menuntut keikutsertaan klien secara aktif.

Sedangkan Pencegahan Penyakit terdiri dari beberapa tingkatan all:

a.Pencegahan Primer

o Merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi penyakit dan gangguan fungsi, dan diberikan kepada klien yang sehat secara fisik dan mental.

o Tidak bersifat tera­peutik, tidak menggunakan tindakan yang terapeutik, dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit

o Terdiri dari :

i. Peningkatan Kesehatan: pendidikan kesehatan, standarisasi nutrisi, perhatian terhadap perkembangan kepribadian, penyediaan perumahan sehat, skrining genetik dll

ii. Perlindungan Khusus: imunisasi, kebersihan pribadi (PHBS), sanitasi lingkungan, perlindungan tempat kerja, perlindungan kecelakaan, perlindungan karsinoge dan alergen.

b. Pencegahan Sekunder

o Merupakan tindakan pencegahan yang berfokus pada individu yang meng­alami masalah kesehatan atau penyakit, dan individu yang berisiko mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk.

o Pencegahan sekunder dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga akan mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan klien kembali pada kondisi kesehatan yang normal sedini mungkin.

o Pencegahan komplikasi sebagian besar dilakukan di RS atau tempat pelayanan kesehatan lain yang memiliki fasilitas memadai.

o Pencegahan skunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara menghindarkan atau menunda akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit.

c. Pencegahan Tersier

§ Pencegahan ini dilakukan ketika terjadi kecacatan atau ketidakmampuan yang permanen dan atau tidak dapat disembuhkan.

§ Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan untuk mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan

§ Kegiatannya lebih ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit.

§ Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu klien mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat penyakit atau kecacatan.

§ Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena didalamnya terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misal: dalam merawat orang yang Buta, disamping memaksimalkan kemampuan klien dalam aktivitas sehari-hari, juga mencegah terjadinya kecelakaan pada klien.

Kepustakaan

Potter, Patricia, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan praktek/Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry; Alih Bahasa, Yasmin Asih et al. Editor edisi Bahasa indonesia, Devi Yulianti, Monica Ester. – Ed.4. – Jakarta ; EGC, 2005

Sumber-sumber lain yang relevan.

Readmore »»

Perilaku Sakit

A.Penyakit dan Sakit

Rendahnya utilisasi(pengunaan) fasilitas kesehatan seperti puskesmas,rumah sakit dan sebagainya, seringkali keselahan atau penyebabnya dilemparkan kepada faktor jarak antara fasilitas tersebut denga masyarakat yang terlalu jauh (baik jarak secara fisik maupun secara social),tariff yang tinggi,pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya.



Pada kenyataannya di dalam masyarakat terdapat beraneka ragam konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggaraan pelayanan kesehatan.Timbulnya perbedaan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan disebabkan adanya persepsi sakit yang berbeda antara masyarakat dan provider. Ada perbedaan persepsi yang berkisar antara penyakit(disease) dengan illness(rasa sakit).

Penyakit (disease) adalah suatu bentuk reaksi biologis terhadap suatu organism,benda asing atau luka(injury).Hal ini adalah suatu fonema yang objektif yang ditandai oleh perubahan fungsi-fungsi tubuh sebagai organism biologis.Sedangkan sakit(illnes) adalah penilaian seseorang terhadap penyakit sehubungan dengan pengelaman yang langsung dialaminya. Hal ini merupakan fenomena subjektif yang di tandai dengan perasaan tidak enak (feeling unwell).

Dari batasan kedua pengertian atau istilah yang berbeda tersebut,tampak adanya perbedaan konsep sehat-sakit yang kemudian akan menimbulkan permasalahan konsep sehat-sakit di dalam masyarakat.Secara objektif seseorang terkena penyakit,salah satu organ tubuhny terganggu fungsinya namun, dia tidakmerasa sakit. Atau sebaliknya,seseorang merasa sakit bila merasakan sesuatu di dalam tubuhnya, tetapi dari pemeriksaan klinis tidak diperoleh bukti bahwa ia sakit

Suatu konsep sehat masyarakat, yaitu bahwa sehat adalah orang yang dapat bekerja atau dapat menjalankan pekerjaannya sehari-hari, dan keluar konsep sakit, di mana dirasakan oleh seseorang yang sudah tidak dapat bangkit dari tempat tidurnya, tidak dapat menjalankan pekerjaanya sehari-hari.

Persepsi masyarakat tentang sakit yang notabene merupakan konsep sehat-sakit masyarakat berbeda pada tiap kelompok masyrakat. Konsep kelompok masyarakat yang satu berbeda dengan konsep sehat-sakit kelompok yang lain. Untuk itu maka tiap-tiap unit pelayanan kesehatan komunitas perlu mencari sendiri konsep sehat-sakit masyarakat yang dilayaninya. Untuk itu penelitian tentang aspek-aspek social budaya kesehatan sangat diperlukan oleh tiap unit pelayanan kesehatan komonitas.

Jelasnya tiap-tiap puskesmas perlu menggumpulkan data social budaya masyarakat yang dilayani guna meningkatkan jangkauan pelayanannya.
1. Teori perilaku sakit Mechanics

Mechanics melakukan pendekatan social untuk mempelejari perilaku sakit. Pendekatan ini di hubungkan dengan teori konsep diri, definisi situasi, efek dari anggota grup dalam keehatan dan efek birokrasi.

Teori ini menekankan pada 2 faktor:

a. Pesepsi atau define oleh individu pada suatu situasi.

b. Kemampuan individu melawan keadaan yang berat.

Faktor ini digunakan untuk menjelaskan tentang sakit dan cara untuk mengatasinya, tetapi orang lain dengan kondisi yang lebih ringan justru mengalami kesulitan sosial dan psiokologis.

Mechanics menjelaskan variasi-variasi dalam perilaku sakit, yaitu perilaku yang berhubungan dengan kondisi yang menyebabkan seseorang menaruh perhatian terhadap gejala-gejala oada dirinya kemudian mencari pertolongan.

2.Tujuan Mempelejari Perilaku Sakit

Di dalam mempelejari perilaku sakit, ada dua tujuan yang ingin di capai, yaitu:

a. Agar dapat menjelaskan perilaku sakit seseorang maka harus dimengerti factor-faktor fisik, social, dan mental yang menghasilkan kondisi sakit.

b. Menentukan factor yanr bertanggung jawab terhadap variasi penerimaan gejala penyakit yang mengikuti gajala-gejala ini dengan sakitnya dan reaksi terhadap penyakit.

Dalam uraian selanjutnya ia hanya membahas etiologi perilaku sakit.

Menurutnya banyak factor atau variable yang menyebabkan seseorang bereaksi terhadap sakit, yatu:

1. Dapat dilihat, dapat dikenali atau dirasakan menonjol dari gejala dan tanda-tanda yang menyimpang.

2. Banyaknya gejala-gejala yang di anggap serius (perkiraan kemungkinan bahaya).

3. Banyaknya gejala yang menyebabkan putusnya hubungan keluarga , pekerjaan dan aktifitas yang lain.

4. Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak, persistensinya dan frekuensi yang timbulnya.

5. Nilai ambang dari mereka yang terkena.

6. Informasi, pengetahuan, dan asumsibudaya , dan pengertian-pengertian dari yang menilai.

7. Kebutuhan dasar (basic need) yang menyebabkan perilaku.

8. Kebutuhan yang bersaing dengan merespons sakit.

9. Perbedaan interprestasi yang mungkin terhadap gejala yang di kenalnya.

10. Tersedianya sumber daya , kedekatan fisik, biaya (juga biaya dalam soial-ekonomi,jarak sosial) dan sebagainya.

Dua tingkat analisis teori mechanic

Di samping 10 variabel tersebut, mechanics membahas adanya dua tingkat anlisis yang dipengaruhi oleh 10 variabel tersebut.

1) Tingkat pertama

Batasan dari orang lain yang merefrensikan kepada proses dimana orang lain selain si sakit mengenal gejala sakit individu dan mengatakan bahwa orang tersebut sakit dan perlu perawatan.

2) Tingkat kedua

Batasan sendiri, mengenal gejala penyakitnya dan menentukan pencarian pertolongan sendiri . Menurut mechanics, analisis dengan orang-orang di luar dirinya, yaitu dengnan orang lain, cenderung menantang definisi bahwa orang lain berusaha memaksa dirinya dan menyebabkan perlunya dorongan untuk mencari pengobotan.

Hal yang penting dalam suatu analisis perilaku sakit adalah pola reaksi sosio-kultural yang dipelajari suatu saat ketika individu dihadapkan kepada gejala penyakit sehinga gejala-gejala itu akan dikenal, dinilai, ditimbang, kemudian bereaksi atau tidak tergantung atas defenisi individu atas situasi itu. Definisi terhadap definisi itu ditentukan oleh warisan social.
3. Kelemahan teori mechanics

Kelemahan dari teori ini adalah bahwa meskipun teori mechanics telah mengembangkan scope perilaku sakit, termasuk individu yang sakit, tetapi tidak mencari pengobatan, dan mengidentifikasikan sepuluh factor pengambilan keputusan dalam proses mencari pertolongan. Teori ini perlu kejelasan dan pengujian lebih lanjut. Kelemahan-kelemahan lain teori ini diantaranya sebagai berikut:

1. Tentang nature/atau sifat dari ketergantungan antara 10 variabel belum dispesifikasikan. Mendektesi bagaimana keputusan individu saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya adalah penting untuk mengetahui perilaku sakit.

2. Teori umum ini belum di uji secra keseluruhan sehingga hasilnya tidak mungkin dijajaki validitas empirisnya meskipunkelihatannya memang beralasan.

3. Meskipun teori mencari pengobatan telah dikembangkan tetapi belum dapat diterapkan pada perilaku sehat, terutama pada segi pencegahan. Tetapi dengan sedikit modifikasi dapat di terapkan.

4. Terkonsentrasi kepada proses pembuatan keputusan untuk mencari atau tidak mencari penggobatan tetapi tidak terhadap proses kontak pertama individu dengan petugas.

B. Elemen-elemen Pokok Perilaku Sehat

1. Empat Elemen yang Merpakan Komponen Dasar dalam Perilaku Sakit

a. Content (isi)

b. Sequence (urutan-urutannya)

c. Spacing (jarak)

d. Variability (variabilitas) perilaku sakit.

2. Lima Konsep Analisis Perilaku Sakit

Dari ke-4 elemen tersebut dapat dikembangkan 5 konsep yang berguna untuk analisis perilaku sakit.

a. Shoping atau proses mencari beberapa sumber yang berbeda dari medical care untuk suatu persoalan atau yang lain, meskipun tujuannya adalah untuk mencari dokter yang akan mendiagnosis dan mengobati yang sesuai dengan harapan.

b. Fragmentation atau proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama.

c. Procrastination atau proses penundaan pencarian pengobatan sewaktu gejala dirasakan.

d. Self medication atau mengobati sendiri dengan bebagai ramuan atau membelinya di warung obat.

e. Discontinuity atau proses tidak melanjutkan (menghentikan) pengibatan.

3.Tahap-tahap Pembuatan Keputusan

Selanjutnya untuk menganalisis bagaimana proses seseorang di dalam membuat keputusan sehubungan dengan pencarian atau pemecahan masalah perawatan kesehatannya, sucham membaginya kedalam 5 tahap kejadian.

a. Tahap pengalaman atau pengenalan gejala (the symptons experience).

b. Tahap asumsi peranan sakit (the assumption of the sick role).

c. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan ( the medical care contact).

d. Tahap ketergantungan pasien (the dependent patient stage).

e. Tahap penyumbuhan atau rehabilitasi (the recovery of rehabilitation).

Kelima tahap kejadian tersebut sekaligus merupakan isi dan urut-urutan dari perilaku sakit. Tetapi kenyataanya mungkin berbeda, artinya kelima tahap ini tidak selalu ada pada semua penyakit.

4.Menjelaskan Kesehatan dan p Penyakit

Menurut Twoddle, apa yang sehat bagi seseorang bias saja tidak sehat bagi orang lain. Ada dua hal yang timbul dari usaha untuk menjelaskan kesehatan dan atau penyakit, yaitu:

a).Karena terpaksa membicarakan kesehatan normal dengan kesehatan sempurna,kesehatan lebih di kenal sebagai norma social.

b).Definisi kesehatan dilihat dari social lebih khas dari pada bila di lihat dari sudut biologis.

Dari kriteria biologis, yang terpenting letaknya pada dua ujung ekstrem, yaitu kesehatan sempurna dan kematian. Menurut Twoddle dan Kassler (1977) defines kesehatan terutama harus dilihat dari segi social dari pada segi biologis.

Dari kriteria biologis, yang terpenting letaknya pada dua ujung ekstrem, yaitu kesehatan sempurna dan kematian. Menurut Twoddle dan Kassler (1974) defenisi kesehatan terutama harus dilihat dari segi sosial dari pada segi biologis.

Hubungan Antara Status Kesehatan Dilihat dari Segi Individu dengan status kesehatan dilihat dari sudut penilaian

Dari sudut penilai

Dari sudut individu

Sehat (well)

Sakit (ill)

Sehat (well)

Kesehatan normal

(normal health)

Menggingkari sakit

(deny of illness)

Sakit (ill)

Pura-pura sakit

(hyposendriac)

(normal health)

Kesehatan buruk

(ill health)


C. Peranan Orang Sakit

Orang yang berpenyakit (having a disease) dan orang yang sakit adalah dua hal yang berbeda. Berpenyakit adalh suatu kondisi patalogis yang objektif, sedangkan sakit adalah evaluasi atau persepsi individu terhadap konsep sehat-sakit.

Dua orang atau ebih secara patalogis menderita suatu jenis penyakit yang sama. Bisa jadi orang kesatu merasa lebih sakit dari yang lain,dan bahkan orang orang yang satunya lagi tidak merasa sakit.

Orang yang berpenyakit belum tentu akan mengakibatkan berubahnya peranan orang tersebut di dalam masyarakat. Sedangkan orang yang sakit akan menyebabakan perubahan peranannya di dalam masyarakat maupun di dalam lingkungan keluarga. Jelasnya, orang yang sakitmemasuki posisi baru, dan posisi baru ini menurut suatu peranan yang baru pula.

Peranan baru orang sakit (pasien) harus mendapat pengakuan dan dukungan dari anggota masyarakat dan anggota keluarga yang sehat secara wajar. Sebab dengan sakitnya salah satu anggota keluarga atau anggota masyarakat maka aka nada lowongan posisi yang berarti juga mekanisme system di dalam keluarga atau masyarakat itu akan terganggu. Hal ini disebabkan salah satu anggota memegang peranan absen.untuk itu maka anggota – anggota keluarga/masyarakat harus dapat mengisi lowongan posisi tersebut yag berarti juga menggantikan peranan orang yang sedang sakit tersebut.

Kadang – kadang peranan orang yang sakit tersebut demikian luasnya sehingga peran yang ditinggalkan tidak mungkin digantikan oleh satu orang saja. Hal ini mengingat pula orang yang mengantikan tersebut sudah mempunyai posisi dan perananny sendiri.

Demikian seterusnya bahwa orang sakit sebagai anggota keluarga atau masyarakat akan mengakibatkan perubahan – perubahan posisi dan peranan – peranannya.

Berbicara tentang peranan, maka ada dua hal yang saling berkaitan, yakni hak (rights) dan kewajiban (obligation). Demikian juga peranan orang sakit (pasien) akan menyangkut masalah hak dan kewajiban orang sakit tersebut sebagai anggota masyarakat.

D. Hak – hak Orang Sakit

Hak orang sakit yang pertama dan yang utama adalah bebas dari segala tanggung jawab sosial yang normal. Artinya, orang yang sedang sakit mempunyai hak untuk tidak melakukan pekerjaan sehari – hari yang biasa dilakukan. Hal ini boleh di tuntut, namun tidak mutlak. Maksudnya, tergantung dari tingkat keparahan atau tingkat persepsi dari penyakit tersebut.

Apabila tingkat keparahannya masih rendah maka orang tersebut mungkin tidak perlu menuntut haknya. Dan seandainya mau menuntutnya harus secara penuh. Maksudnya, ia tetap berada dalam posisinya tetapi peranannya dikurangi, dalam arti volume dan frekuensi kerjanya dikurang.

Tetapi bila tingkat keparahannya tinggi maka hak tersebut harus dituntutnya. Lebih – lebih apabila si sakit tersebut menderita penyakit menular. Hak untuk tidak memasuki posisi social dapat di tuntut olehnya sebab bila tidak akan berakibat ganda. Disatu pihak akan menambah keparahan derajat keparahan sisakit dan juga akan mengghasilkan hasil kerja yang tidak sempurna, dan di pihak lain massyrakat atau anggota-anggota masyarakat yang lain akan tertulari penyakitnya yang mungkin akan menimbulkan epidemi (out break ) yang berbahaya.

Tuntutan kedua adalah kepada organisasi kerja ( tempat kerja ), dan yang ketiga adalah tuntutan hak sakit kepada organisasi-organisasi masyarakat di mana si sakit menduduki posisi dan menjalankan peran. Kedua tuntutan ini boleh langsung maupun melalui lembaga keluarga dan bahkan melalui lembaga pelayanan kesehatan seperti surat cuti dokter dan sebagainya.

Hak yang kedua dari orang sakit adalah hak untuk menuntut ( mengklaim ), bantuan atau perawatan kepada orang lain. Di dalam masyarakat orang yang sedang sakit berada dalam posisi lemah, lebih-lebih bila sakitnya sudah berada pada derajat keparahan yang tinggi. Di pihak lain orag yang sakit dituntut kewajibannya untuk sembuh dan juga dituntut untuk segera kembali berperan di dalam system social. Dari situ ia berhak untuk dibantu dan di rawat agar cepat memperoleh kesembuhan.

Di dalam hal ini anggota keluarga dan anggota masyarakat yang tidak sakit berkewajiban untuk membantu dan merawatnya. Oleh Karen tugas penyembuhan dan perawatan itu memerlukan suatu kemampuan dan ketrampilan khusus maka tugas ini didelegasikan kepada lembaga-lembaga masyarakat atau individu -individu tertentu, seperti dukun, dokter, perawat, bidan, dan petugas kesehatan yang lain.

E. Kewajiban-kewajiban Orang sakit

Di samping haknya yang dapat dituntut, orang yang sedang sakit juga mempunyai kewajiban yang harus di penuhi. Pertama, orang yang sedang sakit mempunyai kewajiban untuk sembuh dari penyakitnya. Memperoleh kesembuhan bukanlah hak penderita, tetapi kewajiban penderita. Mengapa? Karena manusia diberi kesempurnaan dan kesehatan oleh Tuhan. Secara alamiah manusia itu sehat. Adapun menjadi atau jadi jatuh sakit sebenarnya merupakan keselahan manusianya sendiri. Oleh karena itu, bila ia jatuh sakit maka ia berkewajiban unutk mengembalikan posisinya kedalam keadaan sehat.

Seperti telah di uraikan di atas bahwa orang sakit itu lemah sehingga di dalam melakukan kewajibannya untuk sembuh memerlukan orang lain. Dalam hal ini si sakit dapat menjalankan kewajibannya mencari penyembuhan sendiri, atau minta bantuan orang lain.

Apabila prinsip ini diterapkan d dalam masyarakat kewajiban tersebut ada di masyarakat. Para petugas kesehatan dalam usahanya ikut melibatkan masyarakat di dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebenarnya hanya sekedar membantu msyarakat tersebut dalam rangka menjalankan kewajibannya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.

Seprti telah kita sepakati bersama bahwa masyarakat dalam pendekatan pelayanan kesehatan masyarakat sebagai subjek, dan juga consumer sekaligus sebagai provider, maka dalam konteks peranan sakit orang yang sakit juga sebagai anggota masyarakat dapat menuntut haknya sekaligus menjalankan kewajiban orang sakit. Jelasnya, memperoleh kesembuhan adalh hak dan kewajiban orang sakit.

Kewajiban orang sakit untuk mencari pengakuan ini penting agar anggota masyarakat yang lain dapat menggantikan posisinya dan melakukan peranan-peranannya selama ia dalam keadaan sakit. Pengakuan ini misalnya dapat diwujudkan dengan pemberian cuti sakit atau izin tidak masuk kerja, baik secara formal maupun informal. Sedangkan pentingnya mencari nasihat dan kerja sama oleh orang sakit kepada anggota masyarakat lain adalah dalam rangka kewajibannya yang pertama, yakni agar memperoleh kesembuhan yang secepat mungkin.

Dari segi sosiologi, Suchman (1965) mencoba mengembangkan suatu skema, dan menulusuri proses pengembalian keeputusan seseorang di dalam menghadapi sakit melalui 5 fase.

Dari skema tersebut kita lihat bahwa pada fase pertama, ketika gejala sakit mulai terasa, si penderita mencoba mengatasinya dengan obat atau cara-cara yang diketahuinya dari orang tuanya atau orang lain. Misalnya dengan kerokan bila merasa pusing, atau minum jamu bila merasa badan meriang, dan sebagainya. Apabila tidak sembuh maka ia mencari nasihat kepada orang-orang awam sekitarnya

Hal ini telah memasuki tahap kedua, tahap system pelayanan kesehatan keluarga atau berobat.

Apabila belum sembuh juga, si penderita memutuskan bahwa ia menerima tahap ketiga, yakni memasuki golongan arang sakit, menerima peranan sebagai orang sakit. Ia kemudian mencari nasihat kepada pemberi pelayanan kesehatan professional, baik modern (dokter, mantra, dan sebagainya) maupun pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya). Jika tidak cocok maka ia beralih ke fasilitas-fasilitas yang lain.

Tahap keempat perilaku penderita ini adalah menerima dan melakukan prosedur pengobatan, dan akhirnya kembali ke peran orang normal apabila ia sembuh dari penyakitnya (tahap kelima)

Pengembaran suchman hanya memperhitungkan factor dari dalam diri di penderita saja, tidak memperhitungkan factor-faktor lain seperti sosio-budaya, ekonomi, umur, demografi, jenis kelamin, dan sebagainya.

Tahap-tahap Pengalaman Sakit


I

II

III

IV

V


Pengalaman

Gejala sakit

Menerima

Peranan orang sakit

Menghubungi

Pemberi pelayanan kesehatan

Peranan pasien yang tergantung

(dependent)

Pemulihan &

rehabilitas

Keputusan

Ada sesuatu

Yang tidak beres

Melepaskan peranan orang normal

Mencari nasihat profesional

Menerima pelayanan/pengobatan profesional

Melepaskan peranan orang sakit

perilaku

Penggunaan obat warisan orang tua-tua (folk medecine),pengobatan diri sendiri

Mohon dibenarkan menaikkan peranan orang sakit dari orang awan, meneruskan penggunaan obat-obat orang awam

Mencari pembenaran yang berwenang dalam bidang kesehatan mengenai peranan orang sakit, membicarakan cara-cara pengobatan

Menerima prosedur pengobatan untuk penyakit, mengukuti instruksi

Kembali ke peranan orang normal

Hasil

Menolak (dari keadaan sehat) menunda

Menerima

Menolak

Menerima

Menolak

kepastian

Menolak

Menerima

Menolak (peranan orang sakit kronis) pura-pura sakit

Menerima


Sumber: Edwar A. Suchman, “stages of illness and medical care”, jurnal of health and Human Behavior, 6(fall,1965). 114-128, seperti di kutip di dalam coe,op.cit, 115-118.

Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan

A. Perilaku Masyarakat Sehubungan dengan Pelayanan Kesehatan

Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagi macam perilaku dan uasaha. Respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:

Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Alasannya anatar lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan menggangu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apa pun symptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya.Tidak jarang pula masyarakat mempioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting dari pada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.

Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsive, dan sebagainya.

Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi kerumah sakit, takut biaya, dan sebagainya.

Kedua, tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alas an yang sama seperti telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri,dan sudah merasa bahwa berdasar pengelaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.

Ketiga,mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas epngobatan tradisional ( traditional remedy). Untuk masyarakat pedesan khususnya, pengobatan tradiosional ini masih menduduki tempat teratas disbanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain.

Pada masyarakat yang masih sederhana, masalah sehat-sakit adalah lebih bersifat budaya dari pada gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu pencarian pengobatan pun lebih berorientasi kepada social-budaya masyarakat dari pada hal-hal yang dianggap masih asing.

Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol. Namun demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius. Khususnya mengenai jamu sebagai sesuatu untuk pengobatan (bukan hanya untuk pencegahan saja) makin tampak peranannya dalam kesehatan masyarakat. Untuk itu perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.

Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swsta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

Keenam, adalah mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktik ( private medicire).

Dari uraian diatas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit adalah berbeda dengan konsep kita tentang sehat-sakit itu. Demikian juga persepsi jsehat-sakit antara kelompok masyarakat pun akan berbeda-beda pula.

Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan. Kedua poko pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat sakit kita, maka jelas masyarakat belum tentu tidak mau menggunakan fasilitas yang diberikan.

Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah sama dengan pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan kan mereka pergunakan.

Oleh karena itu, dalam rangka meninggkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas perlu ditunjang dengan adanya penelitin-penelitian social budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat tersebut terhadap sehat sakit. Bila diperoleh data baahwa masyarakat masih mempunyai persepsi sehat-sakit yang berbeda dengan kita, maka kita dapat melakukan pembetulan konsep sehat-sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, pelayanan yang kita berukan akan diterima oleh masyarakat.

B.Konsep Kerangka Kerja Pelayanan Kesehatan

Sebelum mulai membahas kedua model utama dan kecendurungan dalam menggunakan pelayanan kesehatan, kita akan memperhatikan konsep kerangka kerja utama dari pelayanan kesehatan tersebut.

Pada prinsipnya ada dua kategori pelayanan kesehatan.

1. Kategori yang berorentasi kepada public (masyarakat)

2. Kategori yang berorentasi pada perorangan (prribadi)

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kategori public terdiri dari sanitasi, imunisasi, kebersihan air, dan perlindungan kualitas udara.

Pelayanan kesehatan masyarakat lebih diarahkan langsung kearah public dari pada kearah individu-individu yang khusus. Di lain pihak pelayanan kesehatan pribadi adalah langsung kearah individu.

Seperti kebanyakan pengobatan, pelayanan kesehatan ditujukan langsung kepada pemakai pribadi (individual consumer). Studi tentang penggunaan pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penggunaan pelayanan kesehatan pribadi. Karena itu, kita akan mengatasi bahasan kita mengenai penggukuran pelayanan kesehatan ke kategori pelayanan kesehatan pribadi.

Kerangka Kerja Anderson dan Newman

Anderson dan Newman (1973) membuat suatu kerangka kerja teoritis untuk pengukuran penggunaan pelayanan kesehatan pribadi. Sehubungan dengan hal yang sangat panting dari artikel mereka adalah diterimanya secara luas defenisi dari dimensi-dimensi penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Anderson dan Newman mempersamakn 3 dimensi dari kepentingan utama dalam pengukuran dan penentuan pelayanan kesehatan, yaitu tipe, tujuan atau maksud, dan unit analisis.

a. Tipe

Tipe digunakan untuk memisahkan berbagai pelayanan kesehatan antara satu dengan yang lainnya. Anderson dan Newman menunjukan bahwa ada perbedaan kecendurungan-kecendurungan jangka panjang dan jangka pendek untuk berbagi tipe dari pelayanan (seperti rumah sakit, dokter gigi, perawatan di rumah, dan lain-lain).

Mereka juga menunjukkan penemuan-penemuan riset bahwa faktor-faktor penentu (determinan) individual berveriasi agak besar untuk penggunaan tipe-tipe yang berbeda pelayanan kesehatan. Karena kedua factor ini (cenderung dan factor penentunya berbeda) maka masuk akal bahwa satu komponen utama dalam pengaturan pelayanan kesehatan menjadi tipe dari pelayanan kesehatan yang digunakan.

b.Tujuan

Disini mereka menyerahkan 4 perbedaan dari perawatan: I primary, II secondary, III tertiary, dan IV custodial.

Perawatan I dikaitkan dengan perawatan pencegahan (preventive care). Perawatan II dikaitkan dengan perawatan perbaikan (pengembalian individu ke tingkat semula dari fungsionalnya). Perawatan III dikaitkan dengan stabilitas dari kondisi yang mamperhatikan penyakit jangka panjang. Perawatan IV dikaitkan semata-mata dengan kebutuhan pribadi dari pasin dan tidak dihubungkan dengan perawatan penyakit.

c. Unit Analisis

Unit analisis merupakan dimensi ke-3 dalam rangka kerja Anderson dan Newman yang mendukung 3 perbedaan diantara unit-unit analisi,yaitu:

1. Kontak

2. Volume

3. Episode

Alasan utama bagi perbedaan ini adalah bahwa cirri-ciri khas individu mungkin menjadi tanggung jawab bagi sejumlah episode,sedangkan cirri-ciri khas dari system pembebasan (khususnya pada dokter) mungkin menjadi tanggung jawab utama bagi sejumlah akibat dari kontak kunjungan sebagi akibat dari setiap episode penyakit. Jadi karena jumlah kontak, episode, dan volume pelayanan yang digunakan ditentukan oleh factor-faktor yang berbeda, maka pengukuran penggunaan pelayanan kesehatan akan membuat suatu perbedaan di antara unit-unit pelayanan kesehatan yang berbeda.

Sebagai contoh kita ingin mengukur pelayanan rumah sakit per 100 orang dalam 1 tahun, jumlah kunjungan dokter dalam tahun tertentu atau presentasi orang yang mengunjunggi seorang ahli gigi dalam 1 tahun. Ketiga indicator ini teleh dipakai oleh Amerika dalam menguji kecendurungan penggunaan pelayanan kesehatan. Untuk itu kita perlu menaruh perhatian pada pengertian sifat umum pengaturan pelayanan kesehatan sebagaimana yang di cerminkan dalam konsep kerangka Anderson dan Newman.

C. Tipe Umum dari Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Selama 3 dekade yang lalu, sejumlah riset telah dilakukan ke dalam factor-faktor penentu (determinan) penggunaan pelayanan kesehatan. Kebanyakan dari riset inilah model-model adanya penggunaan pelayanan kesehatan dikembangkan dan dilengkapi.

1. Tujuan Penggunaan Model Pelayanan Kesehatan

Anderson dan Newman (1976) menjelaskan bahwa model penggunaan pelayanan kesehatan ini dapat membantu atau memenuhi satu atau lebih dari 5 tujuan berikut.

a. Untuk melukiskan hubungan kedua belah pihak antara factor penentu dari penggunaan pelayanan kesehatan.

b. Untuk meringankan peramalan kebutuhan masa depan pelayanan kesehatan.

c. Untuk menentukan ada atau tidak adanya pelayanan dari pemakaian pelayanan kesehatan yang berat sebelah.

d. Untuk menyarankan cara-cara memanupulasi kebijaksanaan yang berhubungan dengan variabel-variabel agar memberikan perubahan-perubahan yang diinginkan.

e. Untuk menilai pengaruh pembentukan program atau proyek-proyek pemeliharaan atau perawatan kesehatan yang baru.

2. Tujuan Tipe-tipe Kategori Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Tujuan tipe-tipe kategori dari model-model penggunaan pelayanan kesehatan tersebut adalah kependudukan, struktur sosial, psikologi sosial, sumber keluarga, sumber daya masyarakat, organisasi, dan model-model system kesehatan.

a. Model demografi (Kependudukan)

Dalam model ini tipe variabel-variabel yang dipakai adalah umur, seks, status perkawinan, dan besarnya keluarga. Variabel-variabel yang digunakan sebagai ukuran mutlak atau indicator fisiologis yang berbeda (umur, seks) dan siklus hidup (status perkawinan, besarnya keluarga) dengan asumsi bahwa perbedaan derajat kesehatan, derajat kesakitan, dan penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyak akan berhubungan dengan variabel diatas.

Karateristik demografi juga mencerminkan atau berhubungan dengan kareteristik social (perbedaan social dari jenis kelamin mempengaruhi berbagai tipe dan cirri-ciri sosial).

b. Model-model struktur social (social structur models)

Di dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah pendidikan, pekerjaan, dan kebangsaan. Variabel-variabel ini mencerminkan keadaan social dari individu atau keluarga di dalam masyarakat.

Penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu aspek dari gaya hidup ini, yang ditentukan oleh lingkungan social, fisik, dan psikologis. Masalah utama dari model struktur social dari penggunaan pelayanan kesehatan adalah bahwa kita tidak mengetahui menggapa variabel ini menyebabkan penggunaan pelayanan kesehatan.

c. Model-model social psikologis (Psychological models)

Dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah ukuran dari sikap dan keyakinan individu. Variabel-variabel sosio-psikologis pada umumnya terdiri dari 4 kategori:

1. Pengertiaan kerentanan terhadap penyakit

2. Pengertian keseluruhan dari penyakit

3. Keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan, dalam menghadapi penyakit

4. Kesiapan tindakan individu

Masalah utama dengan model ini adalah menganggap suatu mata rantai penyebab langsung antara sikap dan prilaku yang belum dapat dijelaskan.

d. Model sumber keluarga (family resource models)

Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pendapat keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya. Kareteristik ini untuk menggukur kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan mereka.

e. Model sumber daya masyarakat (community resource models)

Pada model ini tipe model yang digunakan adalah penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat, dan ketercapaian dari pelayanan kesehatan yang tersedia dan sumber-sumber di dalam masyarakat. Model sumber daya masyarakat selanjutnya adalah suplai ekonomis yang berfokus pada ketersedian sumber-sumber kesehatan pada masyarakat setempat.

f. Model-model organism (organization models)

Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pencerminan perbedaan bentuk-bentuk system pelayanan kesehatan. Biasanya variabel yang digunakan adalah:

1). Gaya (style) praktik pengobatan (sendiri, rekanan, atau grup)

2). Sifat (nature) dari pelayanan tersebut (membayar langsung atau tidak)

3). Letak dari pelayanan (tempat pribadi, rumah sakit, atau klinik)

4). Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien (dokter, perawat asisten dokter)

g. Model system kesehatan

Keenam kategori model penggunaan fasilitas kesehatan tersebut tidak begitu terpisah, meskipun ada perbedaan dalam sifat (nature). Model system kesehatan mengintergasikan keenam model terdahulu ke dalam model yang lebih sempurna. Untuk itu maka demografi, cirri-ciri struktur social, sikap, dan keyakinan individu atau keluarga, sumber-sumber di dalam masyarakat dan organisasi pelayanan kesehatan yang ada, digunakan bersama dengan factor-faktor yang berhubungan separti kebijaksanaan dan struktur ekonomi pada masyarakat yang lebih luas (negara). Dengan demekian apabila dilakukan analisis terhadap penyediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka harus diperhitungkan juga factor-faktor yang terlibat didalamnya.

h. Model kepercayaan kesehatan (The health belief models)

Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosio-psikologis seprti disebutkan diatas. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit.

(preventive health behavior), yang oleh Becker (1974) dikembangkan dari teori lapangan (Fieldtheory, Lewin, 1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model).

Kerangka teori

Teori Lewin menganut konsep bahwa individu hidup pada lingkup kehjdupan social (masyarakat). Di dalam kehidupan ini individu akan bernilai, baik positif maupun negative, di suatu daerah atau wilayah terentu. Apabila seseorang keadaannya atau berada pada daerah positif, maka berarti ia ditolak dari daerah negative. Implikasinya di dalam kesehatan adalah, penyakit atau sakit adalah suatu daerah negative sedangkan sehat adalah wilayah positif.

Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan tersebut, yakni kerantanan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang di alami dalam tindakannya melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut.

1). Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility)

Agar seorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa Ia rentan (susceptibility) terhadap penyakit tersebut. Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarga rentan terhadap penyakit tersebut.

2). Keseriusan yang dirasakan (Percieved serioussness)

Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan terhadap suatu penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat. Penyakit polio, misalnya, akan dirasakan lebih serius dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu, tindakan pencegahan polio akan lebih banyak dilakukan bila dibandingkan dengan pencegahan (pengobatan) flu.

3). Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (Perceived benafis and barriers)

Apabila individu merasa dirinya rentan untuk pentakit-penyakit yang dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakn tertentu. Tindakan ini tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menenukan dari pada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan tindakan tersebut.

4). Isyarat atau tanda-tanda (cues)

Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerantanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa factor-faktor eksternal. Factor-faktor tersebut, misalnya, pesan-pesan pada media massa, nasihat atau anjuran kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari si sakit, dan sebagainya.

i. Model system kesehatan (health system model)

Anderson (1974) menggambarkan model system kesehatan (health system model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Di dalam model Anderson ini terdapat 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan yakni karakteristik, predisposisi, karateristik pendukung, karekteristik kebutuhan.

1. Karakteristik predisposisi (predisposing charateristics)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecendurungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya cirri-ciri individu yang digolongkan ke dalam 3 kelompok.

a. Ciri-ciri demografi, seperi Janis kelamin dan umur

b. Struktur social, seperti tingkat pendidikan, pekrjaan, kesukuan atau ras, dan sebagainya

c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti kayakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Selanjutnya Anderson percaya bahwa:

v Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

v Setiap individu mempunyai perbedaan struktur social, mempunyai perbedaan gaya hidup, dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

v Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan.

2. Karakteristik pendukung (enabling characteristics)

Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tak akan bertindak untuk menggunakannya, kecuali bila ia mampu menggunakannya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar.

3. Karakteristik kebutuhan (Need characteristics)

Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud didalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan (need) disini dibagi menjadi 2 kategori, dirasa atau perceived (subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis). Model Anderson ini diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
Ilustrasi Model Anderson

Readmore »»
 

blogger templates 3 columns | Make Money Online