Pada kenyataannya di dalam masyarakat terdapat beraneka ragam konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggaraan pelayanan kesehatan.Timbulnya perbedaan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan disebabkan adanya persepsi sakit yang berbeda antara masyarakat dan provider. Ada perbedaan persepsi yang berkisar antara penyakit(disease) dengan illness(rasa sakit).
Penyakit (disease) adalah suatu bentuk reaksi biologis terhadap suatu organism,benda asing atau luka(injury).Hal ini adalah suatu fonema yang objektif yang ditandai oleh perubahan fungsi-fungsi tubuh sebagai organism biologis.Sedangkan sakit(illnes) adalah penilaian seseorang terhadap penyakit sehubungan dengan pengelaman yang langsung dialaminya. Hal ini merupakan fenomena subjektif yang di tandai dengan perasaan tidak enak (feeling unwell).
Dari batasan kedua pengertian atau istilah yang berbeda tersebut,tampak adanya perbedaan konsep sehat-sakit yang kemudian akan menimbulkan permasalahan konsep sehat-sakit di dalam masyarakat.Secara objektif seseorang terkena penyakit,salah satu organ tubuhny terganggu fungsinya namun, dia tidakmerasa sakit. Atau sebaliknya,seseorang merasa sakit bila merasakan sesuatu di dalam tubuhnya, tetapi dari pemeriksaan klinis tidak diperoleh bukti bahwa ia sakit
Suatu konsep sehat masyarakat, yaitu bahwa sehat adalah orang yang dapat bekerja atau dapat menjalankan pekerjaannya sehari-hari, dan keluar konsep sakit, di mana dirasakan oleh seseorang yang sudah tidak dapat bangkit dari tempat tidurnya, tidak dapat menjalankan pekerjaanya sehari-hari.
Persepsi masyarakat tentang sakit yang notabene merupakan konsep sehat-sakit masyarakat berbeda pada tiap kelompok masyrakat. Konsep kelompok masyarakat yang satu berbeda dengan konsep sehat-sakit kelompok yang lain. Untuk itu maka tiap-tiap unit pelayanan kesehatan komunitas perlu mencari sendiri konsep sehat-sakit masyarakat yang dilayaninya. Untuk itu penelitian tentang aspek-aspek social budaya kesehatan sangat diperlukan oleh tiap unit pelayanan kesehatan komonitas.
Jelasnya tiap-tiap puskesmas perlu menggumpulkan data social budaya masyarakat yang dilayani guna meningkatkan jangkauan pelayanannya.
1. Teori perilaku sakit Mechanics
Mechanics melakukan pendekatan social untuk mempelejari perilaku sakit. Pendekatan ini di hubungkan dengan teori konsep diri, definisi situasi, efek dari anggota grup dalam keehatan dan efek birokrasi.
Teori ini menekankan pada 2 faktor:
a. Pesepsi atau define oleh individu pada suatu situasi.
b. Kemampuan individu melawan keadaan yang berat.
Faktor ini digunakan untuk menjelaskan tentang sakit dan cara untuk mengatasinya, tetapi orang lain dengan kondisi yang lebih ringan justru mengalami kesulitan sosial dan psiokologis.
Mechanics menjelaskan variasi-variasi dalam perilaku sakit, yaitu perilaku yang berhubungan dengan kondisi yang menyebabkan seseorang menaruh perhatian terhadap gejala-gejala oada dirinya kemudian mencari pertolongan.
2.Tujuan Mempelejari Perilaku Sakit
Di dalam mempelejari perilaku sakit, ada dua tujuan yang ingin di capai, yaitu:
a. Agar dapat menjelaskan perilaku sakit seseorang maka harus dimengerti factor-faktor fisik, social, dan mental yang menghasilkan kondisi sakit.
b. Menentukan factor yanr bertanggung jawab terhadap variasi penerimaan gejala penyakit yang mengikuti gajala-gejala ini dengan sakitnya dan reaksi terhadap penyakit.
Dalam uraian selanjutnya ia hanya membahas etiologi perilaku sakit.
Menurutnya banyak factor atau variable yang menyebabkan seseorang bereaksi terhadap sakit, yatu:
1. Dapat dilihat, dapat dikenali atau dirasakan menonjol dari gejala dan tanda-tanda yang menyimpang.
2. Banyaknya gejala-gejala yang di anggap serius (perkiraan kemungkinan bahaya).
3. Banyaknya gejala yang menyebabkan putusnya hubungan keluarga , pekerjaan dan aktifitas yang lain.
4. Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak, persistensinya dan frekuensi yang timbulnya.
5. Nilai ambang dari mereka yang terkena.
6. Informasi, pengetahuan, dan asumsibudaya , dan pengertian-pengertian dari yang menilai.
7. Kebutuhan dasar (basic need) yang menyebabkan perilaku.
8. Kebutuhan yang bersaing dengan merespons sakit.
9. Perbedaan interprestasi yang mungkin terhadap gejala yang di kenalnya.
10. Tersedianya sumber daya , kedekatan fisik, biaya (juga biaya dalam soial-ekonomi,jarak sosial) dan sebagainya.
Dua tingkat analisis teori mechanic
Di samping 10 variabel tersebut, mechanics membahas adanya dua tingkat anlisis yang dipengaruhi oleh 10 variabel tersebut.
1) Tingkat pertama
Batasan dari orang lain yang merefrensikan kepada proses dimana orang lain selain si sakit mengenal gejala sakit individu dan mengatakan bahwa orang tersebut sakit dan perlu perawatan.
2) Tingkat kedua
Batasan sendiri, mengenal gejala penyakitnya dan menentukan pencarian pertolongan sendiri . Menurut mechanics, analisis dengan orang-orang di luar dirinya, yaitu dengnan orang lain, cenderung menantang definisi bahwa orang lain berusaha memaksa dirinya dan menyebabkan perlunya dorongan untuk mencari pengobotan.
Hal yang penting dalam suatu analisis perilaku sakit adalah pola reaksi sosio-kultural yang dipelajari suatu saat ketika individu dihadapkan kepada gejala penyakit sehinga gejala-gejala itu akan dikenal, dinilai, ditimbang, kemudian bereaksi atau tidak tergantung atas defenisi individu atas situasi itu. Definisi terhadap definisi itu ditentukan oleh warisan social.
3. Kelemahan teori mechanics
Kelemahan dari teori ini adalah bahwa meskipun teori mechanics telah mengembangkan scope perilaku sakit, termasuk individu yang sakit, tetapi tidak mencari pengobatan, dan mengidentifikasikan sepuluh factor pengambilan keputusan dalam proses mencari pertolongan. Teori ini perlu kejelasan dan pengujian lebih lanjut. Kelemahan-kelemahan lain teori ini diantaranya sebagai berikut:
1. Tentang nature/atau sifat dari ketergantungan antara 10 variabel belum dispesifikasikan. Mendektesi bagaimana keputusan individu saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya adalah penting untuk mengetahui perilaku sakit.
2. Teori umum ini belum di uji secra keseluruhan sehingga hasilnya tidak mungkin dijajaki validitas empirisnya meskipunkelihatannya memang beralasan.
3. Meskipun teori mencari pengobatan telah dikembangkan tetapi belum dapat diterapkan pada perilaku sehat, terutama pada segi pencegahan. Tetapi dengan sedikit modifikasi dapat di terapkan.
4. Terkonsentrasi kepada proses pembuatan keputusan untuk mencari atau tidak mencari penggobatan tetapi tidak terhadap proses kontak pertama individu dengan petugas.
B. Elemen-elemen Pokok Perilaku Sehat
1. Empat Elemen yang Merpakan Komponen Dasar dalam Perilaku Sakit
a. Content (isi)
b. Sequence (urutan-urutannya)
c. Spacing (jarak)
d. Variability (variabilitas) perilaku sakit.
2. Lima Konsep Analisis Perilaku Sakit
Dari ke-4 elemen tersebut dapat dikembangkan 5 konsep yang berguna untuk analisis perilaku sakit.
a. Shoping atau proses mencari beberapa sumber yang berbeda dari medical care untuk suatu persoalan atau yang lain, meskipun tujuannya adalah untuk mencari dokter yang akan mendiagnosis dan mengobati yang sesuai dengan harapan.
b. Fragmentation atau proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama.
c. Procrastination atau proses penundaan pencarian pengobatan sewaktu gejala dirasakan.
d. Self medication atau mengobati sendiri dengan bebagai ramuan atau membelinya di warung obat.
e. Discontinuity atau proses tidak melanjutkan (menghentikan) pengibatan.
3.Tahap-tahap Pembuatan Keputusan
Selanjutnya untuk menganalisis bagaimana proses seseorang di dalam membuat keputusan sehubungan dengan pencarian atau pemecahan masalah perawatan kesehatannya, sucham membaginya kedalam 5 tahap kejadian.
a. Tahap pengalaman atau pengenalan gejala (the symptons experience).
b. Tahap asumsi peranan sakit (the assumption of the sick role).
c. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan ( the medical care contact).
d. Tahap ketergantungan pasien (the dependent patient stage).
e. Tahap penyumbuhan atau rehabilitasi (the recovery of rehabilitation).
Kelima tahap kejadian tersebut sekaligus merupakan isi dan urut-urutan dari perilaku sakit. Tetapi kenyataanya mungkin berbeda, artinya kelima tahap ini tidak selalu ada pada semua penyakit.
4.Menjelaskan Kesehatan dan p Penyakit
Menurut Twoddle, apa yang sehat bagi seseorang bias saja tidak sehat bagi orang lain. Ada dua hal yang timbul dari usaha untuk menjelaskan kesehatan dan atau penyakit, yaitu:
a).Karena terpaksa membicarakan kesehatan normal dengan kesehatan sempurna,kesehatan lebih di kenal sebagai norma social.
b).Definisi kesehatan dilihat dari social lebih khas dari pada bila di lihat dari sudut biologis.
Dari kriteria biologis, yang terpenting letaknya pada dua ujung ekstrem, yaitu kesehatan sempurna dan kematian. Menurut Twoddle dan Kassler (1977) defines kesehatan terutama harus dilihat dari segi social dari pada segi biologis.
Dari kriteria biologis, yang terpenting letaknya pada dua ujung ekstrem, yaitu kesehatan sempurna dan kematian. Menurut Twoddle dan Kassler (1974) defenisi kesehatan terutama harus dilihat dari segi sosial dari pada segi biologis.
Hubungan Antara Status Kesehatan Dilihat dari Segi Individu dengan status kesehatan dilihat dari sudut penilaian
Dari sudut penilai Dari sudut individu | Sehat (well) | Sakit (ill) |
Sehat (well) | Kesehatan normal (normal health) | Menggingkari sakit (deny of illness) |
Sakit (ill) | Pura-pura sakit (hyposendriac) (normal health) | Kesehatan buruk (ill health) |
C. Peranan Orang Sakit
Orang yang berpenyakit (having a disease) dan orang yang sakit adalah dua hal yang berbeda. Berpenyakit adalh suatu kondisi patalogis yang objektif, sedangkan sakit adalah evaluasi atau persepsi individu terhadap konsep sehat-sakit.
Dua orang atau ebih secara patalogis menderita suatu jenis penyakit yang sama. Bisa jadi orang kesatu merasa lebih sakit dari yang lain,dan bahkan orang orang yang satunya lagi tidak merasa sakit.
Orang yang berpenyakit belum tentu akan mengakibatkan berubahnya peranan orang tersebut di dalam masyarakat. Sedangkan orang yang sakit akan menyebabakan perubahan peranannya di dalam masyarakat maupun di dalam lingkungan keluarga. Jelasnya, orang yang sakitmemasuki posisi baru, dan posisi baru ini menurut suatu peranan yang baru pula.
Peranan baru orang sakit (pasien) harus mendapat pengakuan dan dukungan dari anggota masyarakat dan anggota keluarga yang sehat secara wajar. Sebab dengan sakitnya salah satu anggota keluarga atau anggota masyarakat maka aka nada lowongan posisi yang berarti juga mekanisme system di dalam keluarga atau masyarakat itu akan terganggu. Hal ini disebabkan salah satu anggota memegang peranan absen.untuk itu maka anggota – anggota keluarga/masyarakat harus dapat mengisi lowongan posisi tersebut yag berarti juga menggantikan peranan orang yang sedang sakit tersebut.
Kadang – kadang peranan orang yang sakit tersebut demikian luasnya sehingga peran yang ditinggalkan tidak mungkin digantikan oleh satu orang saja. Hal ini mengingat pula orang yang mengantikan tersebut sudah mempunyai posisi dan perananny sendiri.
Demikian seterusnya bahwa orang sakit sebagai anggota keluarga atau masyarakat akan mengakibatkan perubahan – perubahan posisi dan peranan – peranannya.
Berbicara tentang peranan, maka ada dua hal yang saling berkaitan, yakni hak (rights) dan kewajiban (obligation). Demikian juga peranan orang sakit (pasien) akan menyangkut masalah hak dan kewajiban orang sakit tersebut sebagai anggota masyarakat.
D. Hak – hak Orang Sakit
Hak orang sakit yang pertama dan yang utama adalah bebas dari segala tanggung jawab sosial yang normal. Artinya, orang yang sedang sakit mempunyai hak untuk tidak melakukan pekerjaan sehari – hari yang biasa dilakukan. Hal ini boleh di tuntut, namun tidak mutlak. Maksudnya, tergantung dari tingkat keparahan atau tingkat persepsi dari penyakit tersebut.
Apabila tingkat keparahannya masih rendah maka orang tersebut mungkin tidak perlu menuntut haknya. Dan seandainya mau menuntutnya harus secara penuh. Maksudnya, ia tetap berada dalam posisinya tetapi peranannya dikurangi, dalam arti volume dan frekuensi kerjanya dikurang.
Tetapi bila tingkat keparahannya tinggi maka hak tersebut harus dituntutnya. Lebih – lebih apabila si sakit tersebut menderita penyakit menular. Hak untuk tidak memasuki posisi social dapat di tuntut olehnya sebab bila tidak akan berakibat ganda. Disatu pihak akan menambah keparahan derajat keparahan sisakit dan juga akan mengghasilkan hasil kerja yang tidak sempurna, dan di pihak lain massyrakat atau anggota-anggota masyarakat yang lain akan tertulari penyakitnya yang mungkin akan menimbulkan epidemi (out break ) yang berbahaya.
Tuntutan kedua adalah kepada organisasi kerja ( tempat kerja ), dan yang ketiga adalah tuntutan hak sakit kepada organisasi-organisasi masyarakat di mana si sakit menduduki posisi dan menjalankan peran. Kedua tuntutan ini boleh langsung maupun melalui lembaga keluarga dan bahkan melalui lembaga pelayanan kesehatan seperti surat cuti dokter dan sebagainya.
Hak yang kedua dari orang sakit adalah hak untuk menuntut ( mengklaim ), bantuan atau perawatan kepada orang lain. Di dalam masyarakat orang yang sedang sakit berada dalam posisi lemah, lebih-lebih bila sakitnya sudah berada pada derajat keparahan yang tinggi. Di pihak lain orag yang sakit dituntut kewajibannya untuk sembuh dan juga dituntut untuk segera kembali berperan di dalam system social. Dari situ ia berhak untuk dibantu dan di rawat agar cepat memperoleh kesembuhan.
Di dalam hal ini anggota keluarga dan anggota masyarakat yang tidak sakit berkewajiban untuk membantu dan merawatnya. Oleh Karen tugas penyembuhan dan perawatan itu memerlukan suatu kemampuan dan ketrampilan khusus maka tugas ini didelegasikan kepada lembaga-lembaga masyarakat atau individu -individu tertentu, seperti dukun, dokter, perawat, bidan, dan petugas kesehatan yang lain.
E. Kewajiban-kewajiban Orang sakit
Di samping haknya yang dapat dituntut, orang yang sedang sakit juga mempunyai kewajiban yang harus di penuhi. Pertama, orang yang sedang sakit mempunyai kewajiban untuk sembuh dari penyakitnya. Memperoleh kesembuhan bukanlah hak penderita, tetapi kewajiban penderita. Mengapa? Karena manusia diberi kesempurnaan dan kesehatan oleh Tuhan. Secara alamiah manusia itu sehat. Adapun menjadi atau jadi jatuh sakit sebenarnya merupakan keselahan manusianya sendiri. Oleh karena itu, bila ia jatuh sakit maka ia berkewajiban unutk mengembalikan posisinya kedalam keadaan sehat.
Seperti telah di uraikan di atas bahwa orang sakit itu lemah sehingga di dalam melakukan kewajibannya untuk sembuh memerlukan orang lain. Dalam hal ini si sakit dapat menjalankan kewajibannya mencari penyembuhan sendiri, atau minta bantuan orang lain.
Apabila prinsip ini diterapkan d dalam masyarakat kewajiban tersebut ada di masyarakat. Para petugas kesehatan dalam usahanya ikut melibatkan masyarakat di dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebenarnya hanya sekedar membantu msyarakat tersebut dalam rangka menjalankan kewajibannya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.
Seprti telah kita sepakati bersama bahwa masyarakat dalam pendekatan pelayanan kesehatan masyarakat sebagai subjek, dan juga consumer sekaligus sebagai provider, maka dalam konteks peranan sakit orang yang sakit juga sebagai anggota masyarakat dapat menuntut haknya sekaligus menjalankan kewajiban orang sakit. Jelasnya, memperoleh kesembuhan adalh hak dan kewajiban orang sakit.
Kewajiban orang sakit untuk mencari pengakuan ini penting agar anggota masyarakat yang lain dapat menggantikan posisinya dan melakukan peranan-peranannya selama ia dalam keadaan sakit. Pengakuan ini misalnya dapat diwujudkan dengan pemberian cuti sakit atau izin tidak masuk kerja, baik secara formal maupun informal. Sedangkan pentingnya mencari nasihat dan kerja sama oleh orang sakit kepada anggota masyarakat lain adalah dalam rangka kewajibannya yang pertama, yakni agar memperoleh kesembuhan yang secepat mungkin.
Dari segi sosiologi, Suchman (1965) mencoba mengembangkan suatu skema, dan menulusuri proses pengembalian keeputusan seseorang di dalam menghadapi sakit melalui 5 fase.
Dari skema tersebut kita lihat bahwa pada fase pertama, ketika gejala sakit mulai terasa, si penderita mencoba mengatasinya dengan obat atau cara-cara yang diketahuinya dari orang tuanya atau orang lain. Misalnya dengan kerokan bila merasa pusing, atau minum jamu bila merasa badan meriang, dan sebagainya. Apabila tidak sembuh maka ia mencari nasihat kepada orang-orang awam sekitarnya
Hal ini telah memasuki tahap kedua, tahap system pelayanan kesehatan keluarga atau berobat.
Apabila belum sembuh juga, si penderita memutuskan bahwa ia menerima tahap ketiga, yakni memasuki golongan arang sakit, menerima peranan sebagai orang sakit. Ia kemudian mencari nasihat kepada pemberi pelayanan kesehatan professional, baik modern (dokter, mantra, dan sebagainya) maupun pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya). Jika tidak cocok maka ia beralih ke fasilitas-fasilitas yang lain.
Tahap keempat perilaku penderita ini adalah menerima dan melakukan prosedur pengobatan, dan akhirnya kembali ke peran orang normal apabila ia sembuh dari penyakitnya (tahap kelima)
Pengembaran suchman hanya memperhitungkan factor dari dalam diri di penderita saja, tidak memperhitungkan factor-faktor lain seperti sosio-budaya, ekonomi, umur, demografi, jenis kelamin, dan sebagainya.
Tahap-tahap Pengalaman Sakit
| I | II | III | IV | V |
| Pengalaman Gejala sakit | Menerima Peranan orang sakit | Menghubungi Pemberi pelayanan kesehatan | Peranan pasien yang tergantung (dependent) | Pemulihan & rehabilitas |
Keputusan | Ada sesuatu Yang tidak beres | Melepaskan peranan orang normal | Mencari nasihat profesional | Menerima pelayanan/pengobatan profesional | Melepaskan peranan orang sakit |
perilaku | Penggunaan obat warisan orang tua-tua (folk medecine),pengobatan diri sendiri | Mohon dibenarkan menaikkan peranan orang sakit dari orang awan, meneruskan penggunaan obat-obat orang awam | Mencari pembenaran yang berwenang dalam bidang kesehatan mengenai peranan orang sakit, membicarakan cara-cara pengobatan | Menerima prosedur pengobatan untuk penyakit, mengukuti instruksi | Kembali ke peranan orang normal |
Hasil | Menolak (dari keadaan sehat) menunda Menerima | Menolak Menerima | Menolak kepastian | Menolak Menerima | Menolak (peranan orang sakit kronis) pura-pura sakit Menerima |
Sumber: Edwar A. Suchman, “stages of illness and medical care”, jurnal of health and Human Behavior, 6(fall,1965). 114-128, seperti di kutip di dalam coe,op.cit, 115-118.
Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan
A. Perilaku Masyarakat Sehubungan dengan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagi macam perilaku dan uasaha. Respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:
Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Alasannya anatar lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan menggangu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apa pun symptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya.Tidak jarang pula masyarakat mempioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting dari pada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.
Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsive, dan sebagainya.
Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi kerumah sakit, takut biaya, dan sebagainya.
Kedua, tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alas an yang sama seperti telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri,dan sudah merasa bahwa berdasar pengelaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.
Ketiga,mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas epngobatan tradisional ( traditional remedy). Untuk masyarakat pedesan khususnya, pengobatan tradiosional ini masih menduduki tempat teratas disbanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain.
Pada masyarakat yang masih sederhana, masalah sehat-sakit adalah lebih bersifat budaya dari pada gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu pencarian pengobatan pun lebih berorientasi kepada social-budaya masyarakat dari pada hal-hal yang dianggap masih asing.
Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol. Namun demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius. Khususnya mengenai jamu sebagai sesuatu untuk pengobatan (bukan hanya untuk pencegahan saja) makin tampak peranannya dalam kesehatan masyarakat. Untuk itu perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.
Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swsta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.
Keenam, adalah mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktik ( private medicire).
Dari uraian diatas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit adalah berbeda dengan konsep kita tentang sehat-sakit itu. Demikian juga persepsi jsehat-sakit antara kelompok masyarakat pun akan berbeda-beda pula.
Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan. Kedua poko pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat sakit kita, maka jelas masyarakat belum tentu tidak mau menggunakan fasilitas yang diberikan.
Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah sama dengan pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan kan mereka pergunakan.
Oleh karena itu, dalam rangka meninggkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas perlu ditunjang dengan adanya penelitin-penelitian social budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat tersebut terhadap sehat sakit. Bila diperoleh data baahwa masyarakat masih mempunyai persepsi sehat-sakit yang berbeda dengan kita, maka kita dapat melakukan pembetulan konsep sehat-sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, pelayanan yang kita berukan akan diterima oleh masyarakat.
B.Konsep Kerangka Kerja Pelayanan Kesehatan
Sebelum mulai membahas kedua model utama dan kecendurungan dalam menggunakan pelayanan kesehatan, kita akan memperhatikan konsep kerangka kerja utama dari pelayanan kesehatan tersebut.
Pada prinsipnya ada dua kategori pelayanan kesehatan.
1. Kategori yang berorentasi kepada public (masyarakat)
2. Kategori yang berorentasi pada perorangan (prribadi)
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kategori public terdiri dari sanitasi, imunisasi, kebersihan air, dan perlindungan kualitas udara.
Pelayanan kesehatan masyarakat lebih diarahkan langsung kearah public dari pada kearah individu-individu yang khusus. Di lain pihak pelayanan kesehatan pribadi adalah langsung kearah individu.
Seperti kebanyakan pengobatan, pelayanan kesehatan ditujukan langsung kepada pemakai pribadi (individual consumer). Studi tentang penggunaan pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penggunaan pelayanan kesehatan pribadi. Karena itu, kita akan mengatasi bahasan kita mengenai penggukuran pelayanan kesehatan ke kategori pelayanan kesehatan pribadi.
Kerangka Kerja Anderson dan Newman
Anderson dan Newman (1973) membuat suatu kerangka kerja teoritis untuk pengukuran penggunaan pelayanan kesehatan pribadi. Sehubungan dengan hal yang sangat panting dari artikel mereka adalah diterimanya secara luas defenisi dari dimensi-dimensi penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Anderson dan Newman mempersamakn 3 dimensi dari kepentingan utama dalam pengukuran dan penentuan pelayanan kesehatan, yaitu tipe, tujuan atau maksud, dan unit analisis.
a. Tipe
Tipe digunakan untuk memisahkan berbagai pelayanan kesehatan antara satu dengan yang lainnya. Anderson dan Newman menunjukan bahwa ada perbedaan kecendurungan-kecendurungan jangka panjang dan jangka pendek untuk berbagi tipe dari pelayanan (seperti rumah sakit, dokter gigi, perawatan di rumah, dan lain-lain).
Mereka juga menunjukkan penemuan-penemuan riset bahwa faktor-faktor penentu (determinan) individual berveriasi agak besar untuk penggunaan tipe-tipe yang berbeda pelayanan kesehatan. Karena kedua factor ini (cenderung dan factor penentunya berbeda) maka masuk akal bahwa satu komponen utama dalam pengaturan pelayanan kesehatan menjadi tipe dari pelayanan kesehatan yang digunakan.
b.Tujuan
Disini mereka menyerahkan 4 perbedaan dari perawatan: I primary, II secondary, III tertiary, dan IV custodial.
Perawatan I dikaitkan dengan perawatan pencegahan (preventive care). Perawatan II dikaitkan dengan perawatan perbaikan (pengembalian individu ke tingkat semula dari fungsionalnya). Perawatan III dikaitkan dengan stabilitas dari kondisi yang mamperhatikan penyakit jangka panjang. Perawatan IV dikaitkan semata-mata dengan kebutuhan pribadi dari pasin dan tidak dihubungkan dengan perawatan penyakit.
c. Unit Analisis
Unit analisis merupakan dimensi ke-3 dalam rangka kerja Anderson dan Newman yang mendukung 3 perbedaan diantara unit-unit analisi,yaitu:
1. Kontak
2. Volume
3. Episode
Alasan utama bagi perbedaan ini adalah bahwa cirri-ciri khas individu mungkin menjadi tanggung jawab bagi sejumlah episode,sedangkan cirri-ciri khas dari system pembebasan (khususnya pada dokter) mungkin menjadi tanggung jawab utama bagi sejumlah akibat dari kontak kunjungan sebagi akibat dari setiap episode penyakit. Jadi karena jumlah kontak, episode, dan volume pelayanan yang digunakan ditentukan oleh factor-faktor yang berbeda, maka pengukuran penggunaan pelayanan kesehatan akan membuat suatu perbedaan di antara unit-unit pelayanan kesehatan yang berbeda.
Sebagai contoh kita ingin mengukur pelayanan rumah sakit per 100 orang dalam 1 tahun, jumlah kunjungan dokter dalam tahun tertentu atau presentasi orang yang mengunjunggi seorang ahli gigi dalam 1 tahun. Ketiga indicator ini teleh dipakai oleh Amerika dalam menguji kecendurungan penggunaan pelayanan kesehatan. Untuk itu kita perlu menaruh perhatian pada pengertian sifat umum pengaturan pelayanan kesehatan sebagaimana yang di cerminkan dalam konsep kerangka Anderson dan Newman.
C. Tipe Umum dari Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Selama 3 dekade yang lalu, sejumlah riset telah dilakukan ke dalam factor-faktor penentu (determinan) penggunaan pelayanan kesehatan. Kebanyakan dari riset inilah model-model adanya penggunaan pelayanan kesehatan dikembangkan dan dilengkapi.
1. Tujuan Penggunaan Model Pelayanan Kesehatan
Anderson dan Newman (1976) menjelaskan bahwa model penggunaan pelayanan kesehatan ini dapat membantu atau memenuhi satu atau lebih dari 5 tujuan berikut.
a. Untuk melukiskan hubungan kedua belah pihak antara factor penentu dari penggunaan pelayanan kesehatan.
b. Untuk meringankan peramalan kebutuhan masa depan pelayanan kesehatan.
c. Untuk menentukan ada atau tidak adanya pelayanan dari pemakaian pelayanan kesehatan yang berat sebelah.
d. Untuk menyarankan cara-cara memanupulasi kebijaksanaan yang berhubungan dengan variabel-variabel agar memberikan perubahan-perubahan yang diinginkan.
e. Untuk menilai pengaruh pembentukan program atau proyek-proyek pemeliharaan atau perawatan kesehatan yang baru.
2. Tujuan Tipe-tipe Kategori Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Tujuan tipe-tipe kategori dari model-model penggunaan pelayanan kesehatan tersebut adalah kependudukan, struktur sosial, psikologi sosial, sumber keluarga, sumber daya masyarakat, organisasi, dan model-model system kesehatan.
a. Model demografi (Kependudukan)
Dalam model ini tipe variabel-variabel yang dipakai adalah umur, seks, status perkawinan, dan besarnya keluarga. Variabel-variabel yang digunakan sebagai ukuran mutlak atau indicator fisiologis yang berbeda (umur, seks) dan siklus hidup (status perkawinan, besarnya keluarga) dengan asumsi bahwa perbedaan derajat kesehatan, derajat kesakitan, dan penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyak akan berhubungan dengan variabel diatas.
Karateristik demografi juga mencerminkan atau berhubungan dengan kareteristik social (perbedaan social dari jenis kelamin mempengaruhi berbagai tipe dan cirri-ciri sosial).
b. Model-model struktur social (social structur models)
Di dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah pendidikan, pekerjaan, dan kebangsaan. Variabel-variabel ini mencerminkan keadaan social dari individu atau keluarga di dalam masyarakat.
Penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu aspek dari gaya hidup ini, yang ditentukan oleh lingkungan social, fisik, dan psikologis. Masalah utama dari model struktur social dari penggunaan pelayanan kesehatan adalah bahwa kita tidak mengetahui menggapa variabel ini menyebabkan penggunaan pelayanan kesehatan.
c. Model-model social psikologis (Psychological models)
Dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah ukuran dari sikap dan keyakinan individu. Variabel-variabel sosio-psikologis pada umumnya terdiri dari 4 kategori:
1. Pengertiaan kerentanan terhadap penyakit
2. Pengertian keseluruhan dari penyakit
3. Keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan, dalam menghadapi penyakit
4. Kesiapan tindakan individu
Masalah utama dengan model ini adalah menganggap suatu mata rantai penyebab langsung antara sikap dan prilaku yang belum dapat dijelaskan.
d. Model sumber keluarga (family resource models)
Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pendapat keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya. Kareteristik ini untuk menggukur kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan mereka.
e. Model sumber daya masyarakat (community resource models)
Pada model ini tipe model yang digunakan adalah penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat, dan ketercapaian dari pelayanan kesehatan yang tersedia dan sumber-sumber di dalam masyarakat. Model sumber daya masyarakat selanjutnya adalah suplai ekonomis yang berfokus pada ketersedian sumber-sumber kesehatan pada masyarakat setempat.
f. Model-model organism (organization models)
Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pencerminan perbedaan bentuk-bentuk system pelayanan kesehatan. Biasanya variabel yang digunakan adalah:
1). Gaya (style) praktik pengobatan (sendiri, rekanan, atau grup)
2). Sifat (nature) dari pelayanan tersebut (membayar langsung atau tidak)
3). Letak dari pelayanan (tempat pribadi, rumah sakit, atau klinik)
4). Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien (dokter, perawat asisten dokter)
g. Model system kesehatan
Keenam kategori model penggunaan fasilitas kesehatan tersebut tidak begitu terpisah, meskipun ada perbedaan dalam sifat (nature). Model system kesehatan mengintergasikan keenam model terdahulu ke dalam model yang lebih sempurna. Untuk itu maka demografi, cirri-ciri struktur social, sikap, dan keyakinan individu atau keluarga, sumber-sumber di dalam masyarakat dan organisasi pelayanan kesehatan yang ada, digunakan bersama dengan factor-faktor yang berhubungan separti kebijaksanaan dan struktur ekonomi pada masyarakat yang lebih luas (negara). Dengan demekian apabila dilakukan analisis terhadap penyediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka harus diperhitungkan juga factor-faktor yang terlibat didalamnya.
h. Model kepercayaan kesehatan (The health belief models)
Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosio-psikologis seprti disebutkan diatas. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit.
(preventive health behavior), yang oleh Becker (1974) dikembangkan dari teori lapangan (Fieldtheory, Lewin, 1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model).
Kerangka teori
Teori Lewin menganut konsep bahwa individu hidup pada lingkup kehjdupan social (masyarakat). Di dalam kehidupan ini individu akan bernilai, baik positif maupun negative, di suatu daerah atau wilayah terentu. Apabila seseorang keadaannya atau berada pada daerah positif, maka berarti ia ditolak dari daerah negative. Implikasinya di dalam kesehatan adalah, penyakit atau sakit adalah suatu daerah negative sedangkan sehat adalah wilayah positif.
Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan tersebut, yakni kerantanan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang di alami dalam tindakannya melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut.
1). Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility)
Agar seorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa Ia rentan (susceptibility) terhadap penyakit tersebut. Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarga rentan terhadap penyakit tersebut.
2). Keseriusan yang dirasakan (Percieved serioussness)
Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan terhadap suatu penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat. Penyakit polio, misalnya, akan dirasakan lebih serius dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu, tindakan pencegahan polio akan lebih banyak dilakukan bila dibandingkan dengan pencegahan (pengobatan) flu.
3). Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (Perceived benafis and barriers)
Apabila individu merasa dirinya rentan untuk pentakit-penyakit yang dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakn tertentu. Tindakan ini tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menenukan dari pada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan tindakan tersebut.
4). Isyarat atau tanda-tanda (cues)
Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerantanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa factor-faktor eksternal. Factor-faktor tersebut, misalnya, pesan-pesan pada media massa, nasihat atau anjuran kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari si sakit, dan sebagainya.
i. Model system kesehatan (health system model)
Anderson (1974) menggambarkan model system kesehatan (health system model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Di dalam model Anderson ini terdapat 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan yakni karakteristik, predisposisi, karateristik pendukung, karekteristik kebutuhan.
1. Karakteristik predisposisi (predisposing charateristics)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecendurungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya cirri-ciri individu yang digolongkan ke dalam 3 kelompok.
a. Ciri-ciri demografi, seperi Janis kelamin dan umur
b. Struktur social, seperti tingkat pendidikan, pekrjaan, kesukuan atau ras, dan sebagainya
c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti kayakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Selanjutnya Anderson percaya bahwa:
v Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.
v Setiap individu mempunyai perbedaan struktur social, mempunyai perbedaan gaya hidup, dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.
v Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan.
2. Karakteristik pendukung (enabling characteristics)
Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tak akan bertindak untuk menggunakannya, kecuali bila ia mampu menggunakannya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar.
3. Karakteristik kebutuhan (Need characteristics)
Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud didalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan (need) disini dibagi menjadi 2 kategori, dirasa atau perceived (subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis). Model Anderson ini diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
Ilustrasi Model Anderson